Adakah manusia yang tidak mengalami konflik dengan orang lain ketika berhubungan? Tentu tidak, begitu juga halnya dengan pertengkaran antara pasangan suami istri. Bahkan pasangan dan keluarga yang terlihat harmonis dan damai saja pasti pernah mengalami pertengkaran, namun tidak selamanya membahayakan ikatan pernikahan.
Pasti pernah mendengar kisah Rasulullah menghadapi kecemburuan istrinya Aisyah ra,diceritakan oleh Anas bin Malik ra.
“Nabi Muhammad SAW berada di salah satu rumah istri-istri beliau (Aisyah). Kemudian salah satu istri nabi (Ummu Salamah) mengirimkan sebuah piring yang berisi makanan. Maka istri nabi, yang mana nabi shallalahu alaihi wa sallam berada di rumahnya (yakni Aisyah) memukul tangan sang pembantu. Maka piring tersebut jatuh dan pecah. Kemudian nabi shallahu alaihi wa sallam mengumpulkan pecahan-pecahan piring tadi dan beliau juga mengumpulkan makanan-makanan yang ada di piring seraya berkata ‘Ibu kalian sedang cemburu’.” (HR Bukhari)
Bahkan, terkadang konflik yang terjadi di dalam keluarga atau pasangan disebabkan pada hal sepele, hal kecil yang ketika tidak diselesaikan akan menggelinding terus menerus membentuk bola yang besar siap untuk membobol pertahanan rumah tangga. Berdasarkan pengalaman memberikan konselng keluarga, ada beberapa sebab yang menjadi sumber konflik diantaranya: anak, ketidak sesuaian hobi atau kesenangan pasangan, perilaku dan cara pandang pasangan, Orang tua atau keluarga besar masing-masing pasangan (Mertua dan ipar), teman atau lingkungan di sekitar pasangan. Intinya, konflik dapat terjadi karena perbedaan cara pandang dan rasa penerimaan kedua belah pihak serta cara menyikapinya.
Kesadaran diri para pasangan bahwa dalam sebuah hubungan pasti akan menghadapi perbedaan, maka alangkah baiknya menghindari adu argumen dan perdebatan sengit yang ujung akhirnya menimbulkan rasa tidak nyaman, ingin menang atau merasa paling benar. Belajarlah untuk bernegosiasi dan menjadi layaknya diplomat yang menawarkan sebuah solusi terbaik tanpa harus menjatuhkan. Ibarat kata pepatah, “Menang jadi abu kalah jadi arang”. Tidak ada yang mendapatkan keuntungan ketika berseteru, baik yang menang ataupun yang kalah, keduanya mendapatkan konsekuensi negatif dan merugikan diri sendiri.
Saya menuliskan sebuah puisi yang terinspirasi dari para pasangan yang sedang menghadapi konflik dalam hubungannya.
Peran Kemenangan
Oleh: Bu Ila
Kita bukan sedang bermain kan ?
Permainan menang-menangan
Ketika yang kalah harus melambaikan tangan
Terpenjara pada derita berkepanjangan
Terkungkung di dalam lingkaran setan
Lantas, yang menang bolehkah melempar senyuman
Menari di atas puing kehancuran
Merona semu pada wajah kepongahan
Memahat patung lambang kemenangan
Namun…
Kita tak mampu lagi bergandengan tangan
Bara semakin merah berhamburan
Badai ini meluluh lantakkan biduk ketenangan
Nanar mata jiwa padamkan dian keagungan
Ikatan ini semakin renggang dari genggaman
Kita bukan sedang bermain kan ?
Teriak sukma iringi genderang kehancuran
Semakin lirih mengharap sebuah jawaban
HENTIKAN…
Aku lelah memainkan peran kemenangan
Seringkali, ego masing-masing lah yang semakin memperkeruh konflik dan melupakan tujuan ketika memutuskan untuk menikah membangun keluarga sakinah. Kita dan pasangan bukan orang yang sempurna, namun dengan bergandengan harusnya kita saling menyempurnakan, meyakinkan diri bahwa konflik akan membuat kita semakin dewasa.
Salam
Bu Ila (Coach Pendidikan Keluarga)
Untuk kegiatan parenting, konseling dan coaching keluarga baik online maupun offline silakan menghubungi via WA 081396200313 (Bu Ila)