Sebagai umat Islam, pasti kita mengetahui tentang perang Badar sebagai peperangan paling besar yang dikomandoi oleh Ali bin Abi Thalib dan Hamzah, meletus pada 17 Ramadhan tahun kedua Hijriyah. Perang paling penting dalam sejarah dunia, bukan hanya karena umat Islam meraih kemenangan pertamanya, namun ini adalah kemenangan psikologis, pemompa semangat juang dan menjamin keberadaan Islam di Madinah.
Namun, Bu Ila tidak menceritakan tentang sejarah kemenangan perang Badar ini, tapi mencoba mengulik hikmah luar biasa dibalik peperangan paling diingat sepanjang sejarah.
Pada perang ini, pasukan Muslim berhasil menangkap 50 orang prajurit musuh dan menjadikan mereka tawanan perang dan dibawa ke hadapan Nabi Muhammad saw untuk memutuskan apa yang harus dilakukan terhadap mereka.
Rasulullah saw berdiskusi dengan para sahabatnya sebelum memutuskan hal terbaik bagi para tawanan. Umar bin Khattab menganjurkan agar tawanan dibunuh semua, sedangkan Abu Bakar berpikir sebaliknya, beliau memberi usulan untuk membebaskan tawanan dengan meminta uang tebusan.
Kemudian, Rasulullah mengikuti saran Abu Bakar dan menempatkan tawanan di rumah-rumah keluarga Muslim, memperlakukan para tawanan layaknya seorang tamu dengan memberikan makan dan tempat untuk mereka beristirahat (walau keluarga Muslim sendiri hidup dengan sederhana).
Para tawanan yang mampu, diberi kebebasan dengan uang tebusan, sedangkan tawanan yang tidak mampu membayar uang tebusan dan hidup miskin dibebaskan tanpa membayar uang tebusan sama sekali.
Ada hal menarik bagi Bu Ila dengan keputusan Rasulullah sebagai pemimpin kala itu, meminta para tawanan yang memiliki keterampilan membaca dan menulis untuk mengajar anak-anak keluarga Muslim sebelum diberi pilihan kebebasan.
Ketika merenungkan kisah ini, banyak pertanyaan yang muncul di kepala, mengapa harus mengajarkan baca tulis kepada anak-anak keluarga Muslim, apakah Rasulullah tidak khawatir ketika anak-anak itu diajarkan hal tidak benar, mengapa diajarkan ilmu dari musuh, bagaimana cara mengawasi dan memastikan semua aman dan terkendali? Bu Ila mengambil kesimpulan bahwa pemimpin itu haruslah Visioner. Terlepas dari dinamika perang dan aturan akhir dari sebuah peperangan, pemimpin harus memikirkan masa depan orang-orang yang dipimpinnya.
Pemimpin Visioner diharapkan mampu mempersiapkan calon pemimpin lainnya yang memiliki wawasan luas dan memahami ilmu dari musuh sebagai bekal untuk memantaskan kemenangan menghadapi peperangan hidup lainnya. Hal paling utama, pemimpin visioner mampu menciptakan orang-orang yang dipimpinnya sebagai generasi literat, generasi terpelajar, dapat membaca dan menulis sebagai gerbang untuk belajar ilmu atau kecakapan lainnya agar menjadi orang yang berdaya dan bermanfaat.
Mari mendoakan pemimpin kita, moga mereka menjadi pemimpin visioner, pemimpin yang berpikir jauh ke depan untuk kemajuan bangsa. Memiliki jiwa kepemimpinan mengajak dan mengelola seluruh anggota atau masyarakat yang dipimpinnya berpikir masa depan, pemimpin yang mampu memberi arti pada kerja dan usaha sesuai visi dan tujuan kehidupan yang lebih baik.
Salam
Bu Ila (Coach Pendidikan Keluarga)
Untuk kegiatan parenting, konseling dan coaching keluarga baik online maupun offline silakan menghubungi via WA 081396200313 (Bu Ila)