Alhamdulillah, hari ini merupakan hari bersejarah bagi Bu Ila dan suami. Mengenang 20 tahun pernikahan, tak banyak yang ingin kami diskusikan, hanya duduk berdua, merenung dan sekedar mengkaji apa yang telah dijalani dan apa yang perlu diperbaiki.
***
Menjalani pernikahan artinya siap hidup bersama, menerima kekurangan dan kelebihan pasangan, bahkan sisi gelap atau kebiasaan yang berbeda dengan kita. Hidup dengan orang lain yang mengharuskan untuk saling menghargai, menerima, saling jujur dan menampakkan diri sebenar-benarnya. Menghadapi perbedaan yang pastinya menimbulkan tekanan untuk dihadapi bersama, baik tekanan rutinitas rumah tangga, tekanan lingkungan, keluarga besar dan teman masing-masing dari pasangan.
Selama menjalani 20 tahun pernikahan, pastinya banyak hal yang senantiasa kami diskusikan, harus disepakati dan dipertimbangkan. Masa penyesuaian bukan hanya berlaku di tahun awal pernikahan, tapi hingga saat ini menjadi agenda yang seakan tidak ada habisnya. Kami menyadari, tentunya banyak konflik yang menjadi bumbu sebuah pernikahan. Ketika menemukan begitu banyak perbedaan bahkan bertolak belakang. Dua pribadi yang berbeda dalam latar belakang pendidikan, pola asuh dalam keluarga, pembentukan lingkungan dan lainnya. Membuat perbedaan dalam berperilaku, bersikap dan cara pandang yang berbeda dalam melihat sesuatu. Bahkan masalah kecil dapat menjadi pemicu pertengkaran dan menjadi sebab kami harus duduk membicarakannya dengan kepala dingin.
Hal-hal yang mungkin terkesan sepele dapat menjadi boomerang jika tidak diantisipasi. Misalnya dalam meletakkan barang-barang, penampilan atau pakaian yang dikenakan, masalah makanan kesukaan, cara menyelesaikan masalah atau mengambil keputusan dalam sebuah persoalan. Mungkin ini juga dialami oleh banyak pasangan, berapapun usia pernikahannya, tetap menjadi persoalan, begitu pula yang kami alami.
Kabar buruknya, jika masing-masing pihak tidak mencoba untuk menahan diri, tidak berkomunikasi dan memperbesar masalah, maka bersiaplah menghadapi perasaan tertekan dan alasan atas ketidak bahagiaan. Disinilah letak seni menjaga hati dan perasaan agar dapat menghadapi setiap persoalan yang menjadi tantangan dan tidak membuat diri menjadi lemah tapi berusaha untuk saling menguatkan.
Seringkali, ego masing-masing lah yang semakin memperkeruh konflik dan melupakan tujuan ketika memutuskan untuk menikah membangun keluarga sakinah. Menyadari bahwa kami bukan pasangan yang sempurna, namun dengan bergandengan yakin kita saling menyempurnakan, meyakinkan diri bahwa konflik akan membuat kami semakin bijaksana.
Konflik memang tidak akan pernah lepas dari kehidupan kita berumah tangga, berikut tips bagaimana sikap ketika menghadapi konflik:
- Menyelesaikan konflik
Tidak ada asap jika tidak ada api. Artinya, konflik yang muncul sebelumnya pasti telah menunjukkan tanda, baik dalam menampilkan rona wajah (ditekuk, cemberut), sikap menghindar atau menolak berbicara, marah yang tidak jelas penyebabnya, bicara ketus dan lain-lain (ini biasa Bu Ila yang buat, hehehe, jangan ditiru ya). Jika ini sudah kelihatan, harapannya meminta suami untuk lebih peka (mungkin kurang kasih sayang, atau perhatian, hihihi, lebai…semoga nggak ada yang seperti Bu Ila)
Sarannya, jangan pernah menghindari dan menganggap ini biasa-biasa saja, karena ini akan menjadi bibit konflik berikutnya. Mari duduk bersama, selesaikan dengan berbicara apa yang membuat hati tidak nyaman (biasanya, istri cukup didengarkan dan diperhatikan, langsung hilang cemberutnya).
- Jadi Pendengar yang baik
Seperti yang sudah Bu Ila sampaikan sebelumnya, istri butuh didengar dan diperhatikan segala keluh kesahnya. Ini adalah cara termudah untuk membuat kami para istri lebih siap menghadapi kenyataan hidup. Namun, adakalanya kita sebagai istri juga perlu mendengarkan ketika suami menceritakan apapun yang dirasakannya, dipikirkannya atau yang dilihatnya. Saling mendengar dan bersiap menjadi pendengar yang baik ini adalah obat mujarab yang membuat pasangan menyatukan hati dan saling memahami.
- Dalami akar masalahnya
Setiap masalah, besar atau kecil tergantung dari cara kita memandang atau mempersepsinya. Seringkali masalah yang timbul karena salah faham, kecemburuan, rasa khawatir, merasa tidak dipedulikan atau dianggap, kelelahan atau keinginan yang tidak terpenuhi. Mari dalami akar masalahnya, agar kita tidak salah dalam mengambil langkah.
- Berdiskusi
Setiap masalah dengan pasangan atau masalah keluarga pasti mudah diselesaikan jika masing-masing pihak mau berdiskusi, membicarakannya berdua. Kita membutuhkan waktu berdua dengan lebih santai dan tenang untuk saling berbicara dari hati ke hati. Berdiskusi bukan mencari siapa yang salah, tapi melihat dan menimbang apa yang sebaiknya dilakukan agar masalah bisa diatasi. Dengan berpikir jernih, terbuka dan tenang, semua masalah akan mudah terselesaikan. Bernegosiasi, berkompromi dengan tujuan untuk menyelesaikan tanpa menjatuhkan akan menghadirkan hubungan yang sehat dan membahagiakan
- Belajar mengendalikan diri
Ketika kita marah dan dalam kondisi emosi yang tidak stabil, keputusan yang diambil juga tidak baik, inilah kondisi setan dapat dengan mudah menguasai manusia. Dalam kondisi marah, sangat mudah kita mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan, umpatan, cacian, gugatan, perilaku fisik bahkan sampai kalimat yang tidak baik lainnya. Belajarlah mengendalikan diri, berhati-hati ketika emosi dan tidak terpancing melakukan perilaku dan kata-kata yang tidak hikmah. Segeralah beristighfar, mohon dijauhkan dari godaan setan dan ikuti tuntunan sunnah ketika dalam kondisi marah.
- Mengingat Kembali Visi Keluarga
Apapun konflik atau ketidaksepakatan yang terjadi dapat terselesaikan jika mengembalikan pada visi besar keluarga. Sehingga kita “sadar” dalam memberikan peran terbaik demi mencapai tujuan keluarga. Tidak harus mengedepankan ego, siapa yang harus “dimenangkan”. Tapi mengutamakan siapa yang harus didukung dan apa yang menjadi skala prioritas.
Keluarga itu ibarat sebuah orkestra yang tiap orang akan memainkan sesuai dengan perannya. Bagaimana tiap anggota keluarga bijaksana memainkan alat musik yang walaupun memiliki potensi suara dan nada berbeda, namun mampu diramu menjadi alunan melodi hingga menghadirkan harmoni yang indah, nyaman, mewah dan berenergi. Bermainlah pada alat musik yang menjadi perannya, jika ada salah satu alat musik yang harus ditonjolkan suaranya, maka alat musik yang lain akan siap mengiringi dengan arahan dirigen atau konduktor sesuai lagu yang akan dimainkan.
“Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” QS. Ar Ruum (30) ayat 21
Semoga bermanfaat
Salam
Bu Ila (Coach Pendidikan Keluarga)
- Penerima Apresiasi Orangtua Hebat 2018 dari Kemendikbud RI
- Penerima Apresiasi Penggerak Literasi 2019 dari Kemendikbud RI
- Pemenang Lomba Blog Cerdas Berkarakter 2020 dari Puspeka Kemendikbud RI
Untuk kegiatan parenting, konseling dan coaching keluarga baik online maupun offline silakan menghubungi via WA 081396200313 (Bu Ila)
Mengikat kembali visi, ntar diterapin deh tips yg satu ini kalo ada gejala tanda tanda
Hehehe…
Lanjut